Jakarta, CNN Indonesia —
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Herry Trisaputra Zuna menjawab pertanyaan masyarakat terkait lokasi rumah yang akan didapat peserta tabungan perumahan rakyat (Tapera).
“Lokasi rumah tentu sangat bergantung dengan kebutuhan,” ujar Herry dalam konferensi pers di Kantor BP Tapera, Jakarta Selatan, Rabu (5/6).
“Kalau melihat perkembangan hari ini, urbanisasi sangat tinggi. Tentunya kita ingin agar masyarakat tadi bisa bertempat tinggal dalam waktu tempat yang terjangkau, katakan 1 jam dari tempat kerja,” sambungnya.
Kendati demikian, harga rumah tapak yang berlokasi di perkotaan termasuk mahal. Oleh karenanya, pemerintah mendorong masyarakat untuk tinggal di rumah vertikal atau rumah susun (rusun).
“KPR-nya untuk yang vertikal, karena harganya dua kali lipat, tadi bisa sampai 35 tahun. Tapi subsidinya nanti kita lihat berapa tahun,” jelas Herry lebih lanjut.
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner Badan Pengelola (BP) Tapera Heru Pudyo Nugroho menyampaikan hal yang sama.
“Dari backlog 9,9 juta itu adalah sebagian besar strukturnya adalah masyarakat di perkotaan, di mana itu harga tanahnya sudah tidak terjangkau,” jelas Heru.
Sementara harga rumah subsidi yang umumnya jauh dari perkotaan sekitar Rp166 juta-Rp176 juta untuk wilayah non-Papua dan non-Papua Barat. Sementara wilayah Papua dan Papua Barat sebesar Rp220 juta.
“Makanya ke depan mindset untuk membiasakan masyarakat hidup di rumah vertikal itu juga jadi tantangan karena kredit KPR yang dari FLPP maupun Tapera itu juga kita gunakan untuk membiayai rumah vertikal atau rumah susun, bukan hanya rumah tapak,” ungkap dia.
(del/sfr)