Jakarta, CNN Indonesia

Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

Dalam Pasal 55 beleid yang diteken pada 20 Mei 2024 itu, Jokowi mengatur setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun atau sudah menikah yang memiliki penghasilan paling sedikit sebesar upah minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera.

Kemudian pada Pasal 7, Jokowi merinci jenis pekerja yang wajib menjadi peserta Tapera tidak hanya PNS atau ASN dan TNI-Polri, serta BUMN, melainkan termasuk karyawan swasta dan pekerja lain yang menerima gaji atau upah.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah menjadi peserta, pekerja akan dikenakan iuran kepesertaan yang nantinya dihitung sebagai simpanan. Persentase besaran simpanan paling baru ditetapkan dalam Pasal 15 PP 21/2024.

Dalam ayat 1 pasal tersebut, disebutkan besaran simpanan pemerintah tetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.

Sementara ayat 2 pasal yang sama mengatur tentang besaran simpanan peserta pekerja yang ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.

Tapera merupakan singkatan dari tabungan perumahan rakyat. Ini adalah bentuk tabungan yang menghimpun dan menyediakan dana murah jangka panjang berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah layak dan terjangkau bagi peserta.

Dasar hukum Tapera adalah UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat. Dalam aturan itu, Tapera bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan bagi peserta. Pembiayaan rumah meliputi; pembelian rumah milik baru, pembangunan rumah, dan perbaikan rumah.

Namun, untuk pembiayaan pembelian perumahan, Tapera tak boleh dipakai secara asal. Pasalnya, penggunaannya dilakukan dengan syarat untuk membeli rumah pertama, hanya diberikan satu kali, dan mempunyai nilai besaran tertentu untuk tiap-tiap pembelian rumah.

Lantas tepatkah pemerintah mewajibkan pekerja menjadi peserta Tapera di tengah kondisi sedang susah seperti sekarang ini?

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengatakan program Tapera harus ditunda dan dideliberasi lebih dalam lagi sebelum diterapkan dua tahun atau tiga tahun mendatang.

Menurutnya, program Tapera tak bisa langsung ditetapkan begitu saja karena menyangkut pendapatan jutaan pekerja Indonesia.

Jika diterapkan tanpa pembahasan yang matang, sambungnya, program Tapera justru bisa menambah beban pekerja.

“Apalagi dikaitkan dengan daya beli pekerja yang sudah aur-auran dalam dua tahun terakhir, sementara kenaikan gaji pekerja tak seberapa,” katanya kepada CNNIndonesia.com.

Ronny mengatakan program Tapera harus dibicarakan secara komprehensif dengan DPR sebagai perwakilan masyarakat. Apalagi bentuk dana yang dikumpulkan sebenarnya tabungan yang sifatnya sukarela.

“Artinya, jika nanti memang akan diterapkan, maka sifatnya tetap berupa tabungan, seperti tabungan haji, bukan potongan wajib tanpa tedeng aling-aling. Agak berbeda dengan BPJS, karena BPJS sifatnya ‘insurance’, bukan ‘saving’,” katanya.

Ronny mengatakan Tapera harusnya mirip dengan tabungan haji di mana orang yang mau naik haji harus menabung dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan orang yang tidak atau belum mau naik haji, maka tentu tak perlu ikut menabung.

Nah begitu juga dengan Tapera. Bagi mereka yang berencana membeli rumah maka boleh menabung jika belum mampu membelinya secara tunai atau belum mampu mengikuti skema kepemilikan rumah secara komersial versi perbankan.

Ronny memahami bahwa masalah perumahan di Indonesia masih kurang terselesaikan. Hal itu setidaknya terlihat dari tingkat backlog yang masih tinggi dan sektor properti yang sedang mengalami kontraksi. Namun menurutnya, penyelesaianya harus secara baik dan dibicarakan dengan terbuka bersama semua pemangku kepentingan.

“Tidak tahu-tahu main potong gaji pekerja. Lagi-lagi bentuknya bukan kewajiban alias bukan tanggung rente di mana semua pekerja harus dipotong gajinya, karena belum tentu semuanya sedang memprioritaskan kepemilikan rumah,” imbuhnya.

Ronny mengatakan yang harus dilakukan pemerintah bukan lah memaksa pekerja menabung untuk membeli rumah, tetapi meningkatkan permintaan atas perumahan dengan memperbaiki pendapatan pekerja serta membuka lapangan kerja seluas-luasnya.

Dengan semakin tinggi pendapatan per kapita masyarakat dan semakin banyak angkatan kerja yang bekerja secara layak, maka permintaan atas perumahan dengan sendirinya akan naik.







Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *