Jakarta, CNN Indonesia —
PT Asuransi BRI Life meraup laba bersih sebesar Rp149,3 miliar pada kuartal I 2024. Capaian itu meningkat 33 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya (yoy).
“Laba bersih kami meningkat, dari sebelumnya 112,2 miliar sekarang di Q1 itu naik jadi 149,3 miliar,” ujar Direktur Utama BRI Life Aris Hartanto dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Selasa (28/5).
Aris menambah aset keseluruhan yang dimiliki perusahaan juga meningkat 6,9 persen menjadi Rp24,7 triliun.
“Secara overall aset BRI Life di Q1 2024 itu sebesar Rp24,7 triliun, kalau kita bandingkan dengan periode sebelumnya itu sebesar Rp23,1 triliun, sudah naik Rp1,6 triliun,” tambahnya.
Pada kuartal pertama ini, perusahaan mampu menyumbang Rp325,5 miliar untuk industri asuransi, naik 19,9 persen dari Rp271,4 miliar di periode yang sama pada 2023 (yoy).
Kontribusi itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu dari fee based income dan laba bersih.
Sementara itu, perusahaan mencatat pendapatan premi per tahun (annual premium income/ API) menurun sekitar 7 persen, dari Rp845 miliar menjadi Rp786 miliar.
Meski demikian, BRI Life masih menduduki peringkat kedua sebagai media asuransi dengan perolehan API terbanyak di Indonesia.
Menurut Aris, kontraksi pendapatan premi itu tidak hanya dirasakan oleh pihaknya, tetapi juga terhadap perusahaan lainnya.
Penurunan pada industri asuransi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor global, seperti adaptasi usai pandemi covid-19, suku bunga yang meningkat, maupun konflik antarnegara yang terjadi di belahan dunia.
“Habis covid masih dalam tahapan recovery pascacovid, kedua pun juga sekarang suku bunga sedang naik, geopolitik perang dan lain-lain itu juga berpengaruh ke kondisi perekonomian secara umum, impact-nya ke asuransi pun juga ada,” ucapnya.
Lebih lanjut, Aris juga memastikan pihaknya sudah memenuhi ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait komposisi penjualan Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI) atau unit link yang tertuang dalam POJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan.
“OJK pun sudah memberikan aturan terkait dengan produk unit link ini dengan lebih ketat, tujuannya adalah untuk melindungi konsumen. Sekarang sudah terbalik, 20 persen kami ada di unit link, 80 persen kami ada di tradisional,” tutur Aris.
(wlm/sfr)