Jakarta, CNN Indonesia —
Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) menegaskan mau tak mau tempat tidur di RS bisa berkurang imbas adanya pemberlakuan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).
Ketua Umum ARSSI Iing Ichsan Hanafi mengatakan RS swasta anggotanya memang sudah bersiap memenuhi 12 kriteria kelas standar. Salah satu yang diatur adalah maksimal 4 tempat tidur dalam satu ruangan untuk rawat inap dengan jarak antar-tepi minimal 1,5 meter.
“Karena maksimal 4 tidur, yang tadinya 5 tempat tidur-6 tempat tidur, dikurangi. Artinya akan ada penurunan jumlah tempat tidur di rumah sakit tersebut,” jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (14/5).
“Ataupun misal jarak antar-tempat tidur tidak terpenuhi (minimal 1,5 meter), akhirnya yang tadinya 4 tempat tidur bisa berubah jadi 3 tempat tidur,” sambung Iing.
Iing menekankan bakal ada risiko dari penerapan 12 kriteria tersebut. Itu meliputi risiko dalam aspek biaya, investasi, hingga penurunan jumlah tempat tidur.
“Kecuali, rumah sakit yang membangun fasilitas baru untuk menambah tempat tidur,” ucapnya.
Meski begitu, Iing mengatakan lebih dari 70 persen RS anggota ARSSI siap menjalankan kelas standar tersebut. Namun, ia memberikan beberapa catatan utama.
Pertama, ia menegaskan meski mayoritas siap, kemampuan setiap RS swasta berbeda. Kedua, Iing mempertanyakan soal tarif yang akan diberlakukan dalam KRIS.
“Kalau nanti KRIS diberlakukan, dibayarnya di tarif yang mana nih? Kalau sudah murni berlaku kelas standar (KRIS), tarifnya ini yang mana? Ini yang perlu ada aturan turunannya,” tutur Iing.
“Kami mengharapkan tentunya begitu kelas standar, inginnya (menggunakan) tarif di kelas 1,” pintanya.
Ketiga, Iing mempertanyakan aturan jika seseorang ingin naik kelas. Ia meminta adanya kejelasan aturan koordinasi manfaat KRIS terkait pihak yang ingin naik kelas perawatan dari satu ruangan berisi 4 tempat tidur menjadi 1 tempat tidur-2 tempat tidur saja.
“Terakhir (kelima), ini perlu sosialisasi kepada para peserta BPJS supaya mereka juga mengerti apa yang dimaksud dengan kelas standar ini,” tutup Iing.
Di lain sisi, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengimbau pengelola rumah sakit agar tak memangkas jumlah tempat tidur usai aturan KRIS dirilis.
Menurutnya, jatah tempat tidur yang dikurangi bakal berdampak pada antrean pasien dalam mengakses layanan rawat inap.
“Pesan saya, jangan dikurangi akses dengan mengurangi jumlah tempat tidur. Pertahankan jumlah tempat tidur dan penuhi persyaratannya dengan 12 kriteria,” katanya, dikutip dari Antara.
Implementasi KRIS diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid ini ditetapkan pada Rabu (8/5) lalu.
Sementara itu, penetapan manfaat, tarif, dan iuran baru akan diatur paling telat 1 Juli 2025 mendatang.
(skt/agt)