Jakarta, CNN Indonesia —
Yusuf Mansur bersuara tentang pencabutan izin Paytren oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena alasan tak punya kantor hingga pegawai.
“Terima kasih kepada masyarakat. Perjuangan (dari) 2012 sampai dengan 2018, hingga kemudian sampai pada 13 Mei 2024 ini. Masyaallah, teramat indah dan berharga. Terima kasih banyak, maafkan saya,” kata Yusuf kepada CNNIndonesia.com, Selasa (14/5).
“Semoga Allah mengampuni saya dan kawan-kawan semua, terus memberikan kesempatan lagi di kemudian hari dalam keadaan lebih baik,” sambungnya.
Sang ustaz mengaku rida melihat apa yang dilakukan OJK terhadap PT Paytren Aset Manajemen. Ia menegaskan sudah berjuang dan memberikan yang terbaik selama ini.
Yusuf menyebut semuanya terjadi atas izin Allah SWT. Ia mengatakan porsinya adalah memaksimalkan usaha, termasuk dalam mengurus Paytren.
“Dan yang tidak kalah penting, gak ada uang orang yang masih terutang sebagai uang investasi masyarakat. Gak ada, bisa ditanyakan ke OJK,” klaimnya.
“Terima kasih kepada OJK yang selama ini sudah membantu, memberi kesempatan, mengajarkan saya, dan kebaikan lain. Semoga enggak kapok juga dengan ide dan gerakan-gerakan lain. Siap belajar juga terus untuk eksekusi-eksekusi yang lebih baik di kemudian hari,” imbuh Yusuf.
Ustaz Yusuf Mansur berharap semoga apa yang dilakukan olehnya menjadi amal ibadah. Ia menegaskan niatnya adalah memajukan ekonomi umat melalui jalur syariah.
Meski begitu, ia enggan menegaskan apakah masih berstatus sebagai pemilik Paytren. Ia hanya menyinggung soal perjuangan menjual unit usahanya tersebut selama kurun waktu tiga tahun lebih.
OJK resmi mencabut izin usaha Paytren pada 8 Mei 2024. Pencabutan dilakukan karena Paytren telah melanggar peraturan perundang-undangan di sektor pasar modal.
Berikut rincian pelanggaran aturan yang mereka lakukan;
1. Kantor tidak ditemukan;
2. Tidak memiliki pegawai untuk menjalankan fungsi-fungsi manajer investasi;
3. Tidak dapat memenuhi perintah tindakan tertentu;
4. Tidak memenuhi komposisi minimum direksi dan dewan komisaris;
5. Tidak memiliki komisaris independen;
6. Tidak memenuhi persyaratan fungsi-fungsi manajer investasi;
7. Tidak memenuhi kecukupan minimum modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) yang dipersyaratkan;
8. Tidak memenuhi kewajiban penyampaian laporan kepada OJK sejak periode pelaporan Oktober 2022.
(skt/agt)