Jakarta, CNN Indonesia —
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) menyebut pembahasan aturan TNI/Polri bisa mengisi jabatanĀ ASN maupun sebaliknya berpotensi molor dari target awal, April 2024.
Mulanya, pengaturan soal aturan resiprokal akan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Manajemen ASN yang ditargetkan selesai bulan ini. Beleid tersebut adalah turunan dari UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
“Sekarang kita masih berproses untuk pembahasan RPP Manajemen ASN, kayaknya akan melewati April (2024) ini karena substansinya cukup padat dan ada hal-hal menarik yang harus kita diskusikan,” ucap Plt Deputi Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kemenpan RB Aba Subagja dalam diskusi virtual, Kamis (25/4).
Aba mengatakan pihaknya sudah menyusun beberapa poin utama yang mengatur mekanisme resiprokal antara ranah sipil dengan TNI/Polri tersebut. Salah satunya, masa bakti ketika militer mengisi jabatan sipil.
Ia menyebut TNI/Polri bisa mengisi jabatan ASN paling singkat 6 bulan. Aba menyebut ini ditetapkan untuk menghindari anggota militer itu pindah kembali ke TNI/Polri ketika mendapatkan kenaikan pangkat.
“Lalu, telah habis masa penugasan ASN paling lama 2 tahun. Jadi, dia (TNI/Polri) tidak boleh lebih dari 2 tahun (mengisi jabatan ASN)… (Aturan) yang 2 tahun itu konsep baru kita, ingin menentukan dia (TNI/Polri mengisi jabatan ASN) itu minimal 6 bulan dan maksimal 2 tahun,” tegasnya.
Kemenpan RB juga menyiapkan konsep seleksi ketat bagi para anggota TNI/Polri yang akan mengisi jabatan pegawai negeri sipil (PNS).
Aba menegaskan militer cuma bisa mengisi jabatan PNS pada instansi tertentu di pemerintah pusat. Oleh karena itu, tidak ada anggota TNI/Polri yang boleh mengisi jabatan ASN di tingkat daerah.
“Tapi, bukan berarti ketika kita sudah menyebutkan jabatan itu dapat diisi TNI/Polri maka itu wajib, enggak ya, enggak seperti itu. Karena ada kata dapat, itu kalau dia berkompetisi kalah, maka dia enggak masuk ke situ (ASN)… Pengisian ini harus melalui proses mekanisme manajemen talenta, apabila terdapat kebutuhan. Jadi, kalau kebutuhannya tidak ada, dia enggak bisa,” tegas Aba.
“Memang pengisiannya itu untuk jabatan ASN tertentu harus memenuhi kualifikasi pendidikan, kompetensi, kepangkatan, pendidikan, diklat, rekam jejak yang relevan, kesehatan, integritas, dan persyaratan lain yang ditentukan UU ASN,” imbuhnya.
TNI/Polri ‘Berat’ Terima PNS
PP Manajemen ASN juga mengatur PNS dapat mengisi jabatan tertentu di TNI/Polri. Akan tetapi, Kemenpan RB menyebut ada kesulitan menentukan jabatan mana yang bisa diisi sipil.
Aba mengatakan regulasi soal TNI/Polri bisa mengisi jabatan ASN maupun sebaliknya akan ada. Namun, ia mewanti-wanti soal tantangan implementasi yang muncul di kemudian hari.
“Kita sudah rapat dengan teman-teman TNI/Polri, kira-kira mana nih jenis jabatan (yang bisa diisi PNS), walaupun kemarin agak alot pembahasannya. Karena di sana itu memang dipandang cukup sempit resiprokal itu bisa dilakukan. Kalau kami (ASN) resiprokal itu harusnya ada kesetaraan. Kalau dia (TNI/Polri) masuk bisa eselon I, harusnya saya (PNS) bisa juga dong masuk eselon I di sana,” tuturnya.
“Ini agak berat karena, misal di Polri eselon I itu ada asisten kapolri. Kabareskrim gak mungkin. Paling yang bisa asisten kapolri bidang perencanaan umum dan anggaran (asrena) dan asisten SDM, tapi menurut saya ini berat juga karena rata-rata itu diduduki teman-teman TNI/Polri,” sambung Aba.
Aba menuturkan TNI/Polri malah menawarkan posisi fungsional bagi para PNS. Mulai dari dokter, perawat, hingga kepala poliklinik. Menurutnya, konsep resiprokal yang disiapkan Kemenpan RB bukan seperti yang ditawarkan TNI/Polri.
“Ini diskusinya masih menarik dan panjang kalau kita bicara resiprokal karena di TNI/Polri ada keterbatasan jabatan yang bisa diduduki ASN. Kesetaraan ini menjadi penting dirumuskan teman-teman TNI/Polri untuk masukan kepada kita,” tandasnya.
(skt/sfr)