Jakarta, CNN Indonesia —
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani blak-blakan mengenai berita viral sepatu impor seharga Rp10 juta dikenakan bea masuk Rp30 juta.
Menurutnya, Bea dan Cukai hanya menjalankan tugas dengan menghitung bea masuk sesuai dengan nilai barang yang dilaporkan secara online bukan offline, sehingga tidak ada koreksi penegasan dari pegawainya.
“Assessment kepabeanan berdasarkan sistem online yang masuk dari PJT (bukan offline). Sehingga bila PJT menginput data yang tidak tepat maka dalam perhitungan kepabeanan (secara online) bisa tidak tepat sesuai dengan barangnya yang riil,” ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (23/4).
Karenanya, jika ada kesalahan, maka ia menilai pihak yang menginput data, dalam hal ini Perusahaan Jasa Titipan (PJT), yang harus menyampaikan koreksi.
“Hal tersebut kadang terjadi di PJT sehingga mengganggu konsumen. Bila kita mendapatkan masukan tersebut, maka kita minta PJT untuk segera me-recheck dan mengoreksi pemasukan data yang tidak tepat tersebut,” imbuhnya.
Askolani mengungkapkan kalau PJT tidak melakukan koreksi dan ditemukan langsung oleh pegawai Bea Cukai ada perbedaan harga riil barang dan yang dilaporkan, maka otomatis dikenakan denda. Karenanya, ia berharap PJT segera melakukan perbaikan data.
“Bisa diperbaiki perhitungannya setelah PJT memperbaiki input datanya. Sehingga bisa menyelesaikan kendala yang dihadapi konsumen,” pungkasnya.
Sebelumnya, viral video seorang pria yang protes dikenakan bea masuk hingga Rp30 juta untuk pembelian sepatu seharga Rp10 jutaan.
“Halo bea cukai gue mau nanya sama kalian, kalian itu menetapkan bea masuk itu dasarnya apa ya? Gue kan baru beli sepatu harganya Rp10,3 juta, shipping Rp1,2 juta, total Rp11,5 juta. Dan kalian tahu bea masuknya berapa? Rp31,800, itu perhitungan dari mana?,” tanya pria dalam video tersebut.
Melalui unggahan di akun X (twitter) resminya, Bea Cukai menyebutkan nilai Bea Masuk tersebut besar karena nilai CIF atas impor yang disampaikan oleh jasa kirim, dalam hal ini HDL tidak sesuai, sehingga dikenakan denda.
CIF yang awalnya dilaporkan hanya US$35,37 atau Rp562.736, setelah dilakukan pemeriksaan atas barang tersebut ternyata US$553,61 atau Rp8.807.935.
Atas ketidaksesuaian tersebut, maka importir dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 96 Tahun 2023 Pasal 28 bagian kelima, Pasal 28 ayat 3.
Melalui PMK itu, ditetapkan denda melalui Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2008 Pengenaan Sanksi Administrasi Berupa Denda di Bidang Kepabeanan.
Dalam Pasal 6 PP 39/2019 tersebut, sanksi denda yang dikenakan mulai dari 100 persen hingga 1.000 persen dari total kekurangan pembayaran bea masuk atau bea keluar yang terkena denda.
Dengan aturan tersebut, maka denda terkait pembelian sebuah sepatu seharga Rp10 juta itu sebesar Rp24.736.000. Kemudian, bea masuk 30 persen Rp2.643.000, PPN 11 persen Rp1.259.544, PPh impor 20 persen Rp2.290.000, maka total tagihan Rp30.928.544.
(ldy/pta)